Minggu, 09 November 2014

KONSEP PERMINTAAN ISLAMI


Ref : Noor Fahd, Ekonomi Islam Jilid 1, Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) Darunnajah.


Penjelasan mengenai hukum permintaan di atas merupakan bagian dari teori ekonomi yang berkembang di barat. Teori ekonomi yang dikembangkan barat membatasi analisisnya dalam jangka pendek, hanya pada  cara manusia memenuhi keinginannya saja. Tidak ada analisa yang memasukkan nilai-nilai moral dan sosial, dan hanya sebatas variabel harga dan pendapatan saja. Variabel lainnya seperti kesederhanaan, keadilan, dan sikap mendahulukan orang lain  tidak dimasukkan.
Dalam Islam, setiap keputusan ekonomi tidak terlepas dari nilai-nilai moral dan agama, karena setiap kegiatan di dunia ini senantiasa berhubungan dengan syariat. Al-Qur’an menyebutkan ekonomi dengan istilah iqtishad (ekonomi) yang secara literal berarti “pertengahan “ atau “moderat”. Seorang muslim dilarang melakukan pemborosan atau mubazir,dan pelit sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al-Isra ayat 26-27 :
                     .                ﯿ           (الإسراء: 26-27)
Artinya :
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. # Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al- Isra:  26 – 27)

Nabi Muhammad Saw menjadi contoh seorang muslim yang ideal. Ia menempuh kehidupan yang sederhana dan bersahaja. Nabi Muhammad Saw meminta masyarakat agar jangan hidup dalam kemewahan dan mengharamkan konsumsi barang yang akan membawa kepada kemewah-mewahan. Contoh terpenting tentang kehidupan mewah pada saat itu adalah menghamburkan kekayaan untuk judi dan meminum minuman keras, pakaian mencolok (umumnya pakaian sutera untuk pria), lukisan serta gambar, memelihara anjing dan logam berharga.
Pada masa sekarang ini, berkat kemajuan teknologi telah lahir kemewahan tertentu dalam bentuk lainnya. Para fuqaha dan ekonom muslim modern dituntut untuk dapat mendefinisikan bentuk kemewahan zaman sekarang. Salah satu kunci untuk mampu menghindar dari kemewahan adalah kesadaran akan adanya kehidupan setelah kematian. Orang yang mengharapkan kemewahan dalam kehidupan akhirat akan berusaha menghindari kemewahan semu dunia.
Di samping harus mengendalikan konsumsi, Islam juga menganjurkan untuk kepentingan orang lain, terutama fakir miskin. Bahkan Islam adalah satu-satunya agama yang mewajibkan pengeluaran untuk kebutuhan orang lain, yaitu berbentuk zakat. Zakat wajib bagi mereka yang mampu, dan sudah melebihi haul dan nisab tertentu.
Islam sangat menganjurkan pengeluaran sukarela untuk kepentingan sesama dalam bentuk infaq, shadaqah dan wakaf. Penghimpunan zakat, infaq, shadaqah dan wakaf berpotensi pada pengembangan perekonomian dan kesejahteraan ummat. Pengelolaan wakaf tunai di beberapa negara telah mampu menciptakan kegiatan ekonomi yang mengurita dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak orang.

ISLAM MENGATUR KEGIATAN KONSUMSI SEBAGAI BERIKUT :

1.      Mengutamakan kebutuhan dari pada keinginan
Islam membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Dalam kegiatan konsumsi, kebutuhan diartikan sebagai segala sesuatu yang diperlukan agar manusia dapat berfungsi secara sempurna.  Secara umum pemenuhan kebutuhan akan menghasilkan manfaat fisik, spiritual, intelektual ataupun material. Sedangkan keinginan diartikan sebagai sesuatu yang berasal dari hasrat (nafsu) atau harapan  manusia dan pemenuhan keinginan akan menghasilkan kepuasan. Dalam prinsip konsumsi Islam mashlahah dan kepuasan akan diperoleh apabila pemenuhan keinginan dilakukan berdasarkan kebutuhan (secara simultan), apabila konsumsi hanya berdasarkan keinginan maka hanya akan memberikan kepuasan saja dan sebaliknya bila hanya karena kebutuhan maka hanya akan mendapatkan manfaat saja.

KARAKTERISTIK KEBUTUHAN DAN KEINGINAN

KARAKTERISTIK
KEINGINAN
KEBUTUHAN
SUMBER
Hasrat / nafsu manusia
Fitrah manusia
HASIL
Kebuasan
Manfaat dan berkah
UKURAN
Preferensi atau selera
Fungsi
SIFAT
Subjektif
Objektif
TUNTUNAN ISLAM
Dibatasi / dikendalikan
Dipenuhi

  Ajaran Islam tidak melarang manusia untuk memenuhi kebutuhan ataupun keinginannya, selama dengan pemenuhan tersebut, maka martabat manusia bisa meningkat. Semua yang ada di bumi ini diciptakan untuk kepentingan manusia, namun manusia diperintahkan untuk mengonsumsi barang atau jasa yang halal dan baik saja secara wajar dan tidak berlebih – lebihan. Dan pemenuhan kebutuhan ataupun keinginan tetap diperbolehkan selama hal itu mampu menambah maslahah dan tidak mendatangkan mudharat.
Kebutuhan pun tidak terbatas kepada kebutuhan pribadi atau keluarga semata-mata, tapi juga kebutuhan sesama manusia yang dekat dengan kita. Nabi pernah bersabda : “Tidak termasuk golonganku orang yang tidur nyenyak sedangkan ia mengetahui tetangganya dalam keadaan kelaparan”.

2.      Tidak boleh berlebih-lebihan
Allah telah berfirman dalam Surah Al-An’am ayat 141 :
...                
Artinya :
“….dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-An`am: 141)
Manusia sebaiknya melakukan konsumsi seperlunya saja. Pengamalan ayat di atas berarti juga sikap memerangi kemubaziran, pamer, dan mengkonsumsi barang yang tidak perlu. Dalam bahasa ekonomi, pola permintaan Islami lebih didorong oleh faktor kebutuhan (needs) ketimbang keinginan (want).

3.      Mengkonsumsi yang Halal dan Thayyib
Konsumsi seorang muslim dibatasi hanya pada barang yang halal dan thayyib, sebagaimana tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 168 :
                                       (البقرة: 168)
Artinya:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah: 168)
Tidak ada permintaan terhadap barang haram sebagai mana tertera dalam ayat di atas. Berkaitan dengan aturan berlebih-lebihan, maka barang halal pun tidak boleh kita konsumsi sebanyak yang kita inginkan. Harus dibatasi sesuai dengan keperluan, menghindari kemewahan dan kemubaziran.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar