Ref : Noor Fahd, Ekonomi Islam Jilid 1, Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) Darunnajah.
Penjelasan mengenai hukum permintaan di atas merupakan
bagian dari teori ekonomi yang berkembang di barat. Teori ekonomi yang
dikembangkan barat membatasi analisisnya dalam jangka pendek, hanya pada cara manusia memenuhi keinginannya saja.
Tidak ada analisa yang memasukkan nilai-nilai moral dan sosial, dan hanya
sebatas variabel harga dan pendapatan saja. Variabel lainnya seperti
kesederhanaan, keadilan, dan sikap mendahulukan orang lain tidak dimasukkan.
Dalam Islam, setiap keputusan ekonomi tidak terlepas dari nilai-nilai moral dan agama, karena setiap kegiatan di dunia
ini senantiasa berhubungan dengan syariat. Al-Qur’an menyebutkan ekonomi dengan istilah iqtishad
(ekonomi) yang secara literal berarti “pertengahan “ atau “moderat”. Seorang
muslim dilarang melakukan pemborosan atau mubazir,dan pelit sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al-Isra ayat 26-27 :
ﯮ ﯯ
ﯰ ﯱ ﯲ
ﯳ ﯴ ﯵ
ﯶ ﯷ . ﯹ
ﯺ ﯻ ﯼ ﯽﯾ ﯿ
ﰀ ﰁ ﰂ (الإسراء: 26-27)
Artinya
:
“Dan berikanlah kepada
keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros. # Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan
setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al- Isra: 26 – 27)
Nabi Muhammad Saw menjadi contoh seorang muslim yang ideal. Ia menempuh kehidupan yang sederhana
dan bersahaja. Nabi Muhammad Saw meminta masyarakat agar jangan hidup dalam kemewahan dan
mengharamkan konsumsi barang yang akan membawa kepada kemewah-mewahan. Contoh
terpenting tentang kehidupan mewah pada saat itu adalah menghamburkan kekayaan
untuk judi dan meminum minuman keras, pakaian mencolok (umumnya pakaian sutera
untuk pria), lukisan serta gambar, memelihara anjing dan logam berharga.
Pada masa sekarang ini, berkat kemajuan teknologi telah
lahir kemewahan tertentu dalam bentuk lainnya. Para fuqaha dan ekonom muslim
modern dituntut untuk dapat mendefinisikan bentuk kemewahan zaman sekarang. Salah satu
kunci untuk mampu menghindar dari kemewahan adalah kesadaran akan adanya
kehidupan setelah kematian. Orang yang mengharapkan kemewahan dalam kehidupan
akhirat akan berusaha menghindari kemewahan semu dunia.
Di samping harus mengendalikan konsumsi, Islam juga menganjurkan untuk kepentingan orang lain, terutama
fakir miskin. Bahkan Islam adalah satu-satunya agama yang mewajibkan pengeluaran
untuk kebutuhan orang lain, yaitu berbentuk zakat. Zakat wajib bagi mereka yang
mampu, dan sudah melebihi haul dan nisab tertentu.
Islam sangat menganjurkan pengeluaran sukarela untuk
kepentingan sesama dalam bentuk infaq, shadaqah dan wakaf. Penghimpunan zakat,
infaq, shadaqah dan wakaf berpotensi pada pengembangan perekonomian dan
kesejahteraan ummat. Pengelolaan wakaf tunai di beberapa negara telah mampu
menciptakan kegiatan ekonomi yang mengurita dan menjadi sumber pendapatan bagi
banyak orang.
ISLAM MENGATUR KEGIATAN
KONSUMSI SEBAGAI BERIKUT :
1. Mengutamakan kebutuhan dari pada keinginan
Islam
membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Dalam kegiatan konsumsi, kebutuhan
diartikan sebagai segala sesuatu yang diperlukan agar manusia dapat berfungsi
secara sempurna. Secara umum pemenuhan
kebutuhan akan menghasilkan manfaat
fisik, spiritual, intelektual ataupun material. Sedangkan keinginan diartikan
sebagai sesuatu yang berasal dari hasrat (nafsu) atau harapan manusia dan pemenuhan keinginan akan
menghasilkan kepuasan. Dalam
prinsip konsumsi Islam mashlahah dan kepuasan akan diperoleh apabila pemenuhan
keinginan dilakukan berdasarkan kebutuhan (secara simultan), apabila konsumsi
hanya berdasarkan keinginan maka hanya akan memberikan kepuasan saja dan
sebaliknya bila hanya karena kebutuhan maka hanya akan mendapatkan manfaat
saja.
KARAKTERISTIK
KEBUTUHAN DAN KEINGINAN
|
||
KARAKTERISTIK
|
KEINGINAN
|
KEBUTUHAN
|
SUMBER
|
Hasrat / nafsu
manusia
|
Fitrah manusia
|
HASIL
|
Kebuasan
|
Manfaat dan berkah
|
UKURAN
|
Preferensi atau
selera
|
Fungsi
|
SIFAT
|
Subjektif
|
Objektif
|
TUNTUNAN
ISLAM
|
Dibatasi /
dikendalikan
|
Dipenuhi
|
Ajaran
Islam tidak melarang manusia untuk memenuhi kebutuhan ataupun keinginannya,
selama dengan pemenuhan tersebut, maka martabat manusia bisa meningkat. Semua
yang ada di bumi ini diciptakan untuk kepentingan manusia, namun manusia
diperintahkan untuk mengonsumsi barang atau jasa yang halal dan baik saja
secara wajar dan tidak berlebih – lebihan. Dan pemenuhan kebutuhan ataupun
keinginan tetap diperbolehkan selama hal itu mampu menambah maslahah dan tidak
mendatangkan mudharat.
Kebutuhan pun tidak terbatas kepada kebutuhan pribadi
atau keluarga semata-mata, tapi juga kebutuhan sesama manusia yang dekat dengan
kita. Nabi pernah bersabda : “Tidak termasuk golonganku orang yang tidur
nyenyak sedangkan ia mengetahui tetangganya dalam keadaan kelaparan”.
2. Tidak boleh berlebih-lebihan
Allah
telah berfirman dalam Surah Al-An’am ayat 141 :
... ﯚ
ﯛﯜ ﯝ
ﯞ ﯟ ﯠ
Artinya :
“….dan
janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan”. (QS.
Al-An`am: 141)
Manusia
sebaiknya melakukan konsumsi seperlunya saja. Pengamalan ayat di atas berarti
juga sikap memerangi kemubaziran, pamer, dan mengkonsumsi barang yang tidak
perlu. Dalam bahasa ekonomi, pola permintaan Islami lebih didorong oleh faktor
kebutuhan (needs) ketimbang keinginan (want).
3. Mengkonsumsi
yang Halal dan Thayyib
Konsumsi
seorang muslim dibatasi hanya pada barang yang halal dan thayyib, sebagaimana
tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 168 :
ﯧ
ﯨ ﯩ ﯪ
ﯫ ﯬ ﯭ
ﯮ ﯯ ﯰ
ﯱ ﯲﯳ ﯴ
ﯵ ﯶ ﯷ (البقرة:
168)
Artinya:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena
sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah: 168)
Tidak
ada permintaan terhadap barang haram sebagai mana tertera dalam ayat di atas.
Berkaitan dengan aturan berlebih-lebihan, maka barang halal pun tidak boleh
kita konsumsi sebanyak yang kita inginkan. Harus dibatasi sesuai dengan
keperluan, menghindari kemewahan dan kemubaziran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar