Sabtu, 08 November 2014

Prinsip – Prinsip Sistem Ekonomi Islam



Ref : Noor Fahd, Ekonomi Islam Jilid 1, Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) Darunnajah.

Sebagai suatu sistem, ekonomi Islam menurut Metwally (1995) memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.       Bertujuan untuk kehidupan dunia dan akhirat
Islam tidak memisahkan antara kehidupan dunia dengan akhirat. Sumber daya dipandang sebagai amanah Allah Swt kepada manusia. Pemanfaatannya harus dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Setiap aktivitas manusia di dunia akan berdampak pada kehidupan di akhirat kelak. Oleh karena itu, aktivitas keduniaan tidak boleh mengorbankan kehidupan akhirat. Sebagaimana dalam Al-Qur’an  :                      
                             ( البقـرة : 201 ) 
Artinya :
Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka” (QS. Al-Baqorah 201)

2.      Menciptakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan umum
Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat umum.  Sebagaimana dalam             Al-Qur’an :
           .     المعارج : 24 -25
Artinya :
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta) (Al-Ma’arij 24 – 25)
                                                                                    (     الحشر: ٧)
Artinya :
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. (Al-Hasr 7)
                                                     ﭿ               (الماعون:1- ٧)
 Artinya :
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?,  Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin, Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (QS. Al-Ma’un: 1 – 7)
Dari ayat tersebut jelas bahwa kegiatan ekonomi tidak boleh mengabaikan kepentingan orang banyak. Prinsip ini harus tercermin pada setiap kebijakan maupun lembaga. Ciri ini sangat jelas dengan sistem ekonomi kapitalis yang hanya memikirkan kepentingan pribadi saja, dan sistem sosialis yang lebih menekankan kepada kepentingan umum.
3.      Kebebasan individu dijamin dalam Islam
Individu dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan beraktivitas secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai sebuah tujuan. Namun kebebasan tersebut tidak boleh melanggar aturan-aturan yang telah digariskan Allah Swt dalam Al-Qur’an maupun As-sunnah. Prinsip kebebasan ini sangat berbeda dengan prinsip kebebasan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis. Dalam kapitalis, kebebasan individu tidak dibatasi norma-norma ukhrawi, sehingga tidak ada urusan halal dan haram. Sementara dalam sistem sosialis justru tidak ada kebebasan individu sama sekali, karena seluruh aktivitas ekonomi masyarakat diatur dan ditujukan hanya untuk negara  atau kepentingan umum.
4.      Negara diberi wewenang mengatur perekonomian
Islam memperkenankan negara untuk mengatur masalah perekonomian agar kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara proporsional. Dalam Islam negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dan ketidakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, ataupun dari negara lain. Negara juga berkewajiban memberikan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup secara layak.
Peran Negara dalam perekonomian pada sistem Islam ini jelas berbeda dengan sistem kapitalis yang membatasi peran negara. Begitu pula dengan sistem sosialis yang memberikan kewenangan penuh/mutlak kepada negara untuk mengambil alih jalannya perekonomian.
5.      Hak milik individu dihormati
Islam sangat menghormati hak milik pribadi, baik itu terhadap barang konsumsi maupun modal. Namun pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain. Jadi kepemilikan dalam Islam tidak mutlak, karena pemilik sesungguhnya adalah Allah Swt.
Sebagaimana dalam surat  Al-Hadid 7 :
                                               (الحديد : 7)
Artinya :
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rosul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka, orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan hartanya akan mendapatkan pahala yang besar” (QS. Al-Hadid:7).
Jadi jelas perbedaan hak kepemilikan individu dalam Islam, kapitalis dan sosialis. Pada sistem kapitalis kepemilikan individu bersifat mutlak, sedangkan pada sosialis tidak mengakui adanya kepemilikan individu, semuannya milik negara.
6.      Kewajiban membayar zakat
Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batasnya (Nishab). Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang yang kaya dengan orang yang miskin dan mereka yang membutuhkan. Menurut pendapat para ulama, zakat dikenakan sebesar 2.5% untuk semua kekayaan yang tidak produktif, termasuk di dalamnya adalah uang kas, deposito, emas, perak dan permata. Sebagaimana dalam Al-Qur’an :
                                                  (التوبة : 60 )
Artinya :
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah 60)
Adapun mereka yang berhak menerima zakat ialah :  
·         Orang fakir: orang yang Amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
·         Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam Keadaan kekurangan.
·         Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
·         Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah
·         Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
·         Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya.
·         Pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
·         Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
Apabila terdapat seseorang yang susah membayar zakat, bahkan tidak mau membayar zakat maka kita harus mengingatkan. Bahkan Khalifah Abu Bakar pernah memerangi orang yang tidak mau membayar zakat, karena membayar zakat (apabila haul dan nisabnya terpenuhi) adalah wajib dan menjadi rukun Islam.
                                     (التوبة 103 )
Artinya :
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. At-Taubah 103)
7.      Riba adalah Haram
Islam melarang riba dalam segala bentuknya. Secara tegas dan jelas hal ini tercantum di dalam Al-Qur’an :
                                                                                              ﭿ         ( البقـرة 275 )

Artinya :
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu  (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah, orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqorah: 275)

                             (العمران 130)
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imron 130)
                                 .                                      (البقـرة 278 279 )

Dari definisi dan pemaparan di atas dapat dipetakan bahwa sistem ekonomi Islam hanyalah salah satu sub-sistem dari kesatuan sistem hidup Islam yang kaffah (keseluruhan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar